J A M

Selasa, 03 Februari 2009

RATIH, AKU DAN TEMPE ....

Ratih sahabat ku adalah anak seorang pembuat tempe, dia tidak malu karena ayahnya seorang pengusaha tempe.

“ Aku malah bangga, karena tempe adalah produk asli bangsa ini dan dikenal semua rakyatnya, harga terjangkau oleh segala lapisan masyarakat ! “.

Ratih bisa menjelaskan secara lancar dan terperinci sekali tentang proses pembuatan tempe dari awal hingga produk jadi yaitu tempe.

“ Aku mempelajari semua itu dari bacaan yang ku peroleh dari internet “ !, kata Ratih.

Internet ? “, tanyaku keheranan.

“ Iyalah … dari internet kita bisa mencari info apa saja yang dibutuhkan ! “.

Tempe yang dibuat dirumah Ratih sangat lezat rasanya, apalagi bila dinikmati selagi hangat dengan sambal yang tepat, hmm …… benar-benar nikmat !

“ Kok beda ya rasa dengan tempe-tempe lain yang pernah kurasakan ? “, kataku.

“ Sebetulnya sama saja dengan semua tempe yang diproduksi di tempat lain ! “.

Bedanya hanya dari cara pengolahan sejak awal. Dirumah Ratih, bahan kedelai selalu dipilih dari kwalitas yang terbaik, air benar-benar di periksa kebersihannya. Ruangan untuk kebersihan juga diperhatikan dengan seksama.

“ Pokoknya semua harus higienis ! “, kata Ratih pula.

Higienis ? Apa’an tuh ? “, aku baru dengar istilah itu dari Ratih.

Higienis bisa diartikan sebagai cara-cara yang mengikuti standard kesehatan juga kebersihan, karena hasil produksinya di konsumsi oleh banyak orang.

“ Sekali saja tidak diperhatikan, maka rasa tempe akan terpengaruh ! “, tambah Ratih pula.

Bila rasa tempe berubah dari semula, maka pelanggan akan lari ke tempat lain, tentu saja hasil penjualan juga akan berkurang, hal inilah yang selalu kami pertahankan dari sejak semula memproduksi tempe hingga sekarang.

Memang terbukti kata-kata Ratih itu, rumahnya tidak pernah sepi dari pembeli.

“ Tih, mengapa usaha keluarga mu tidak dibesar kan ? “.

“ Maksud mu ? “, kini Ratih yang tidak mengerti dengan ucapan ku.

“ Iya …… kan langganan mu sudah banyak, mengapa usaha mu tidak diperluas, misalnya tempat pembuatan di perbesar dan kapasitas produksi juga ditambah, gitu ! “.

Ratih tergelak, usul ku memang benar dan tidak ada salahnya, banyak yang sudah menyarankan begitu, tapi tidak perlu dan keluarga sudah memutuskan, bahwa produksi tempe cukup seperti adanya dan yang penting tetap mempertahankan kwalitas rasanya.

“ Kok gitu, kenapa Tih ? “

Mereka mempertahankan apa yang ada asal cukup untuk kebutuhan sehari-hari dan juga ada lebihan untuk bisa ditabung. Selain itu bila dibesarkan belum tentu kelanjutannya jadi bagus, bukan kah pesaing juga banyak, jadi biar saja, kalau rejeki yang diberikan Tuhan seperti ini ya terima saja. Selain itu juga mengikuti prinsip ekonomi, yaitu, semakin banyak tempe yang membanjiri suatu daerah, maka harga akan tak terkendali dan merosot ke tingkat terendah, belum lagi kwalitas rasa juga akan terganggu.

“ Wah, bukan main ya keluarga mu ? “, aku kagum sambil berdecak..

Padahal bila mau, bukan hal yang sulit bagi keluarga Ratih untuk memperluas produksinya, terbukti banyak pelanggan yang tidak terlayani dan sering kehabisan tempe.

“ Aku juga memelihara lele ! “, kata Ratih pula.

Kata dia, industri tempenya bisa menolong lele, “ Maksudnya gimana Tih ? “.

Kulit ari dari kedelai setelah terkupas atau dikupas, lalu dijemur dan digiling, hasilnya untuk makanan ternak, termasuk lele dan ayam kampung yang dipelihara.

“ Lele dan ayam kampung juga dijual Tih ? “.

“ Lele kami jual seadanya, jadi bukan pemasok tetap tiap hari ! “.

“ Sedang ayam kampung, telurnya yang kami jual secara rutin seminggu sekali ! “.

Menurut Ratih, memelihara lele agar limbah dari olahan tempe tidak terlalu banyak dan supaya tidak mengotori lingkungan.

Jadi disekitar rumah Ratih tetap terjaga kesehatan udaranya, juga mengurangi bau yang bisa mengganggu lingkungan.

“ Kedelai bisa diolah jadi bermacam-macam hasil, salah satunya adalah susu kedelai, kamu pernah coba ? “, tanya Ratih pula.

“ Nanti kita minum susu kedelai ya, ada macam-macam rasa, kamu tinggal pilih ! “.

“ Kamu juga jualan susu kedelai ? “, tanya ku penasaran.

“ Sebetulnya tidak, tapi bila ada yang memesan akan kami buat kan ! “.

Susu Kedelai hanya di konsumsi oleh keluarga saja untuk kesehatan.

Menurut Ratih, Kedelai juga bisa mengganti protein hewani tiap harinya dengan ukuran tertentu. “ Kan ada orang yang tidak boleh makan daging dengan alasan tertentu ! “, ujar Ratih pula. Nah, untuk mencukupi kebutuhan akan protein bagi tubuh orang yang tidak makan daging bisa diganti dengan hasil olahan dari kacang kedelai, bisa itu tempe, tahu, susu kedelai dan lain sebagainya.

Kacang-kacangan dan biji-bijian merupakan bahan pangan sumber protein dan lemak nabati, contohnya : Kedelai, Kacang Tanah, Kacang Hijau dan lain-lain.

Sayangnya kacang-kacangan mudah sekali kena jamur, sehingga mudah layu dan busuk. Untuk mengatasi hal itu perlu diawetkan, hasil olahannya dapat berupa makanan seperti, keripik, tahu dan tempe serta minuman susu kedelai.

“ Proses pembuatan tempe tidak sulit dan bisa memakai peralatan tradisionil ! “.

“ Itulah sebabnya banyak orang yang berusaha menjadi pembuat tempe ! “.

“ Dan yang paling penting adalah menciptakan lapangan kerja sendiri ! “, kataku menambahkan dan Ratih mengangguk keras sependapat dengan ku.

“ Ada hal yang harus diperhatikan sungguh-sungguh dalam pengolahan tempe ! “.

“ Itu perlu agar dapat hasil pengolahan tempe yang baik juga enak rasanya ! “.

Kedelai harus dipilih dari kwalitas yang terbaik, air harus jernih, tidak berbau dan bebas dari kuman penyakit. Cara mengerjakan harus bersih dan higienis, bibit tempe atau ragi tempe harus dipilih yang masih aktif.

“ Masih aktif ? Aku gak ngerti maksudmu Tih ! “.

Ragi Tempe aktif artinya bila diremas membentuk butiran halus bukan menggumpal.

Lalu Ratih menjelaskan dengan terperinci bahan-bahan untuk pembuatan tempe, alat-alat bantu produksi juga cara pembuatan hingga tempe jadi.

Dia juga menggambarkan alur pembuatan tempe di papan tulis, Ratih sangat menguasai. Benar-benar ia punya pengalaman dan pengetahuan tentang tempe. Betul juga katanya, kenapa harus malu jadi anak pembuat tempe ?

“ Aku nanti akan membuat tempe andai ada tugas tentang karya ilmiah dari sekolah ! “, kataku seolah dapat ide.

“ Bagus lah, nanti aku bantu ! “, Ratih mendukung semangatku.

“ Tapi aku membuatnya tidak sama denganmu Tih ! “, kata ku begitu yakin.

“ Kok gitu, memang apa rencana mu ? “, Ratih penasaran.

“ Aku mau membuat dua macam, katakan semacam percobaan ! “, kataku semangat.

“ Apa aja … coba kamu ceritakan ? “, Ratih jadi tertarik dengan ide ku.

“ Pertama, aku akan mencoba dengan cara dan alat yang sama dengan mu, tapi bahannya ada yang berbeda dengan pabrik tempe mu ! “, aku semakin semangat.

“ Wah, bagus juga rencana mu, tapi apa bahan yang berbeda itu ? “.

Ku katakan, aku mau coba buat tempe bukan dari kacang kedelei, tapi dari kacang tolo kata orang jawa atau kacang kedelai hitam.

“ Ha…ha…ha… ! “, Ratih spontan tertawa lepas.

Ia tidak bermaksud mengejek atau meremehkan ide ku, tapi geli karena belum pernah ada yang coba membuat tempe dengan kacang kedelai hitam.

“ Tapi tidak ada salahnya, siapa tahu hasilnya luar biasa ! “, dukung Ratih.

“ Kamu bisa jadi memegang hak paten sebagai penemu pembuatan tempe dari kacang kedelai hitam, iya kan ? “, Ratih menyemangati ku.

“ Lantas macam yang satu lagi apa ? “, tanya Ratih pula.

“ Aku mau coba membuat tempe sama persis dengan mu tapi dengan rasa yang ber-macam-macam ! “, jadi semakin tidak terkendali semangatku.

Ratih hanya melongo tidak dapat menangkap maksud rencanaku.

“ Kan sekarang banyak makanan dengan rasa macam-macam. Ada keripik rasa ayam panggang, ada rasa pedas juga rasa manis dan lain-lain …… begitu Tih ! “.

“ Jadi aku ingin membuat olahan tempe dengan berbagai rasa, supaya orang tidak mudah bosan dengan tempe ! “.

“ Bila pengen tempe rasa bawang, tinggal goreng ! “.

“ Kalau mau merasakan tempe pedas, juga tinggal goreng dan lain-lain rasa lagi ! “, kataku sambil membayangkan, andai kedua percobaan ku itu berhasil sukses dan bisa dimanfaatkan oleh banyak orang, tentu membahagiakan.

“ Bukan main ide mu itu …… betul juga mengapa tidak kita coba ya ? “, puji Ratih.

Kedua anak itu lalu menikmati susu kedelai yang masih segar dengan pilihan aneka rasa, sambil mendiskusikan ide ku untuk percobaan dua hal tersebut kelak.

Sementara hari beranjak mendekati gelap, aku harus bergegas pulang ………

Karya : Tungky

Pertengahan September 2008


Cerpen diatas sudah pernah dikirimkan ke majalah iptek anak yang cukup terkenal di kota ini, tapi hingga kini belum ada beritanya, sengaja dibuat cerpen anak tersebut agar mereka mendapat pengetahuan tambahan tentang cara pembuatan tempe, walau tidak detail sekali, paling tidak ada gambaran buat anak-anak, semoga anak-anak bisa mengerti jalan ceritanya, selamat membaca .....



Tidak ada komentar:

Maukah Memberi Saran ?