J A M

Sabtu, 04 Oktober 2008

HARTA KARUN

Adi, Bima dan Citra adalah tiga orang bersahabat, tinggal di tepian sebuah hutan jati. Ketiganya masih kelas 1 SMP, hobi mereka sama, yaitu berpetualang. Setiap pulang sekolah selalu berkumpul disuatu tempat yang mereka namakan Markas Jati. Orang tua mereka bekerja sebagai penebang Pohon Jati pada perusahaan milik pemerintah.Adi, Bima dan Citra selalu dinasehati agar selalu menjaga lingkungan. Jangan merusak apalagi menebang pohon sembarangan. Karena bisa menimbulkan tanah longsor. “ Bima, Citra, kemarin aku lihat sesuatu yang aneh ! “, kata Adi saat berkumpul di Markas Jati. “ Apa itu Di ? “, tanya Bima dan Citra bersamaan. “ Entahlah, bagaimana kalau kita selidiki ? “, ajak Adi pula. Ketiganya lalu bergegas ke tempat yang dimaksud oleh Adi. Tempat itu tidak jauh dari markas mereka, tanahnya masih merah tanda belum lama terjadi. Ketiganya saling berpandangan. “ Ayo kita gali, siapa tahu harta karun ! “, ajak Bima. “ Jangan, aku takut, kalau barang curian bagaimana ? “, kata Citra ketakutan. “ Tidak usah takut, kalau barang curian kita lapor polisi ! “, kata Adi meyakinkan temannya. Kalau begitu terserah kalian sajalah ! “, kata Citra pula. Lalu mereka menggali, ternyata ditemukan sebuah kotak kecil. Adi lalu membuka kotak itu, ada secarik kertas dan ada tulisan …. ‘ Jika kalian ingin menemukan Harta Karun, majulah lima langkah dari tempat mu berdiri ‘. “ Nah, benar kan, ternyata petunjuk mencari Harta Karun ! “, kata Bima kesenangan. “ Asyik, kita berpetualang lagi ! “, tambah Adi pula. Sementara Citra hanya tersenyum, ia tidak begitu yakin.Mereka mengikuti petunjuk pada kertas itu, tapi tidak ditemukan apa-apa. Ketiganya mencari kesana-kemari dengan harapan menemukan petunjuk baru. Tapi tidak ada apa-apa. “ Lihat, ada kertas ditindih batu ! “, seru Bima tiba-tiba. ‘ Bila masih ingin Harta Karun, lekas bergeser sepuluh langkah ke kanan dari tempat berdiri sekarang ‘. Ketiganya semakin penasaran, diikuti petunjuk baru tersebut. “ Hei lihat, ada kertas yang tergantung pada ranting ! “, seru Citra yang melihat pertama kali. Kertas itu ternyata petunjuk baru lagi dan ada tulisan ‘ Mundur lima langkah ke belakang dari tempat berdiri ‘. Ditempat baru mereka menjumpai secarik kertas yang ditutupi daun-daun kering. 'Bergeser sepuluh langkah ke kiri ‘. Adi, Bima dan Citra sama-sama terkejut ketika sampai ditempat baru. Ternyata mereka kembali ketempat semula. “ Wah, kita dikerjai orang ! “, kata Adi kesal. "Awas kalau ketemu, akan kubalas nanti ! “, Bima ikut-ikutan geram. “ Teman-teman, siapa tahu ini baru permulaan ! “, kata Citra tenang, tapi juga penasaran. Dia terus berpikir. “ Apa maksudmu ? “, tanya Bima heran. Kemudian Citra menjelaskan, kalau arah petunjuk tadi dihubungkan maka akan menjadi persegi empat. “ Siapa tahu disanalah Harta Karun itu tersembunyi ! “. “ Benar juga ya, aku tidak berpikir begitu ! “, kata Adi. “ Wah, kamu pintar juga menganalisa ya ! “, puji Bima pula.Akhirnya ketiganya sepakat membuat dua garis diagonal, lalu titik temu kedua garis diagonal itu dianggap tempat Harta Karun. Ternyata kerja sama pemikiran ketiganya berhasil dengan diketemukannya kotak yang diduga berisi Harta Karun. Adi, Bima dan Citra senang sekali. Mereka merasakan petualangan kali ini lebih mengasyikkan. Tiba-tiba Adi tertawa terbahak-bahak, tentu saja Bima dan Citra jadi heran. Lalu keduanya ikut membaca kertas dari Adi. Tidak berapa lama Bima dan Citra juga tertawa sekeras-kerasnya, bahkan lebih keras dari Adi. Ternyata tulisan itu adalah ‘ Rajin-rajinlah belajar, supaya pandai dan tercapai cita-citamu kelak ‘. Adi, Bima dan Citra tidak kesal atau marah, bahkan senang. “ Ini baru namanya berpetualang ! “, kata Adi bangga. “ Dan ini namanya Harta Karun sesungguhnya ! “, tambah Bima tidak kalah girangnya. “ Tapi siapa ya yang membuat ini semua, aneh ? “, tanya Citra masih keheranan juga penasaran. “ Sst …. sssttt, dengar ! “, tiba-tiba Adi berbisik. “ Coba dengar baik-baik, sepertinya ada yang sedang berbisik-bisik ! “, katanya lagi. “ Ayo kita dekati, siapa tahu orang jahat ! “, ajak Bima. Entah mengapa ketiganya jadi pemberani, padahal hari mulai gelap. Perlahan-lahan mereka mencari sumber suara. Ternyata ada beberapa orang yang sedang merencanakan niat tidak baik. Orang-orang itu berencana hendak mencuri kayu jati dengan menebang pohonnya. Ditunggu saat hari sudah gelap. Kemudian ketiganya menyelinap dengan hati-hati menuju Kantor Polisi, mereka hendak lapor. “ Anak-anak, ada apa malam-malam begini kesini ? “, tanya Pak Polisi yang sedang tugas jaga atau piket. Ketiganya secara bergantian melaporkan apa yang mereka lihat dan dengar di hutan jati tersebut. Pak Polisi tanggap atas laporan anak-anak itu, lalu menyuruh anak-anak pulang dan mereka menyiapkan regu untuk menangkap para pencuri pohon jati itu. Para pencuri itu dapat diringkus sebelum melaksanakan niatnya. Kejadian itu sudah lama berlalu, tapi ketiga sahabat itu masih tetap berkumpul di Markas Jati. Tidak ada perasaan takut sama sekali, bahkan mereka berharap bisa menemukan sesuatu lagi. Pada suatu ketika, Adi, Bima dan Citra diberitahu oleh orang tua masing-masing, bahwa mereka mendapat panggilan dari Pak Camat. Semuanya diminta datang ke Kantor Camat. “ Ada apa ya, kok kita dipanggil Pak Camat ? “, kata Adi. “ Entahlah, aku juga tidak tahu “, sambung Bima. “ Mungkin ditegur karena sering main di hutan ! “, kata Citra. Ketiganya keheranan, selain itu orang tua mereka juga tidak memberi penjelasan mengapa dipanggil oleh Pak Camat. “ Adi, Bima dan Citra ! “, kata Pak Camat. “ Berkat jasa kalian, para pencuri pohon jati bisa ditangkap ! “. “ Kalian mendapat hadiah berupa Bea Siswa sampai lulus SMA ! “. Tentu saja ketiganya merasa senang sekali, apalagi orang tua mereka. Selain bangga juga bersyukur anak-anaknya bisa melanjutkan sekolahnya. Sebab mereka bukan dari keluarga mampu. “ Ternyata kegiatan kita selama ini membawa hasil ya ! “, kata Citra saat berkumpul di Markas Jati. “ Ya, aku juga tidak menyangka ! “, ujar Bima senang. "Bagaimana kalau kita cari Harta Karun lagi ? “, ajak Adi. “ Siapa tahu dapat hadiah lagi ! “, tambahnya lagi. “ Hu … hu … payah kamu Di ! “, ejek Bima dan Citra.Ketiganya lalu tertawa-tawa, mereka selalu akur tidak pernah berselisih apalagi sampai berkelahi. Adi, Bima dan Citra tidak pernah tahu, bahwa kotak yang mereka temukan sesungguhnya perbuatan ayah mereka masing-masing. Mereka ingin mengingatkan pada anak-anaknya agar jangan terlalu sering bermain hingga melupakan tugas belajar dirumah. Orang tua mereka juga tidak pernah tahu dan menyangka, akibat perbuatan mereka, maka anak-anaknya akan mendapat Bea Siswa. Sebetulnya Harta Karun yang sesungguhnya adalah Usaha dan Niat Adi, Bima dan Citra itu.

Karangan : Tungky

November 2000


Diatas aku kutip asli dari naskahku tanpa ada kata serta bahasa yang kurubah, jadi original alias asli, ide cerita mungkin bagus, tapi susunan bahasa serta urutan cerita yang membuat jadi tidak menarik, oleh sebab itu sambil berjalan dengan waktu, aku dapat pengalaman tersendiri untuk mengoreksi tulisan ku sendiri, setidaknya jadi lebih bagus dari karya-karya ku saat pertama kali kutuangkan dalam bentuk tulisan seperti cerpen diatas ……Tulisan itu belum pernah dimuat di majalah anak atau harian yang menyediakan rubriknya khusus untuk anak, seperti biasa akan ku edit lagi paling tidak supaya lebih enak dibaca juga menarik untuk anak-anak.Sependapatkah anda ? Atau mungkin punya masukan atau kritik lain ????

Jumat, 03 Oktober 2008

TUGU ALU DUREN

Di sebuah pulau besar bernama Gemah Ripah, terdapatlah sebuah kerajaan. Diperintah oleh seorang raja bernama Sangga Buana. Raja itu sangat sakti, juga adil bijaksana. Rakyat sangat mencintai rajanya. Ia sangat taat pada hukum yang berlaku. Tetapi mempunyai kelemahan, bila sedang marah tidak segan-segan menyumpah. Karena kesaktiannya apa saja dan siapa saja yang terkena akan segera menjadi kenyataan.
Terasebutlah dua orang kakak-beradik, Ali yang sulung sedang adiknya bernama Alu. Keduanya sudah lama tidak pernah akur. Ali peringainya baik, sedang Alu kebalikkannya. Keduanya bekerja sebagai pedagang buah. Ali hanya menjual Buah Duren saja yang berasal dari kebun sendiri. Alu menjual bermacam-macam buah yang berasal dari kampung kampung lain.
Pada suatu hari keduanya berselisih seperti biasanya ……
“ Alu, mengapa engkau mencuri durianku ? “, tegur Ali geram. “ Aku tidak mencuri, jangan menuduh sembarangan ! “. “ Engkau pasti berjudi dan mabuk-mabukkan lagi ! “, kata Ali.
“ Uang mu habis hingga tidak bisa membeli buah-buahan lagi, lalu mencuri durianku untuk dijual, iya kan ! “, katanya marah. “ Mengapa kebiasaan burukmu masih diulangi terus ? “.
“ Pokoknya aku tidak mencuri durianmu ! “, jawab Alu kesal.
Pertengkaran itu semakin menjadi saja, mereka nyaris saling baku hantam. Orang-orang mulai banyak berdatangan.
“ Apa yang kalian pertengkarkan ? “, tanya seseorang. “ Alu mencuri durianku ! “, kata Ali. “ Tidak, aku tidak mencuri, dia bohong ! “, teriak Alu kesal. “ Apa buktinya kalau Alu mencuri ? “, tanya yang lain.
“ Ya betul, apa buktinya ? “, tanya seseorang.
Memang sulit membuktikan kalau Alu mencuri durian, apalagi Ali tidak melihat sendiri. Ia hanya tahu ada sekeranjang duriannya yang hilang dari tempat penyimpanannya.
“ Sudah ….. sudah, lebih baik kita menghadap raja ! “, usul yang lain, akhirnya mereka berbondong-bondong menghadap.
Raja Sangga Buana menerima rakyatnya yang datang padanya.
“ Wahai rakyatku, mengapa kalian datang padaku ? “, tanyanya.
“ Mohon ampun baginda, Ali dan Alu selalu saja bertengkar ! “. “ Sudi kiranya baginda dapat menyelesaikan persoalan mereka “.
“ Wahai Ali dan Alu, benarkah demikian ? ‘, tanya raja pula.
Kemudian Ali menceritakan segala kejadian yang mengakibatkan keduanya bertengkar dan nyaris saling baku hantam.
“ Sudah jelas Alu mencuri durian hamba ! “, kata Ali lagi.
“ Apa buktinya kalau Alu mencuri ? “, tanya raja ingin tahu.
Ali tidak bisa menjawab pertanyaan raja, ia hanya terdiam.
“ Nah Alu, coba kamu ceritakan juga kejadiannya ? “.
Raja terdiam sejenak setelah mendengar cerita dari Ali dan Alu. Keduanya mempunyai alasan yang kuat dan masuk akal. Sang Raja ingin sekali berlaku adil untuk keduanya, tapi kali ini mengalami kesulitan. Tiba-tiba sang raja menyuruh pengawalnya mengambil gada saktinya. Tentu saja semua yang menghadap merasa terkejut juga heran. Apa yang hendak dilakukan sang raja ? Mereka semua tahu akan keampuhan gada sakti sang raja.
“ Nah Ali dan Alu, dengar, aku sudah mempunyai keputusan yang adil dan benar ! “, kata raja berwibawa.
“ Aku sudah tahu siapa pemilik durian ini ! “, katanya lagi sambil menunjuk sekeranjang durian yang menjadi sengketa.
“ Mohon ampun baginda, apa yang hendak dilakukan dengan gada sakti tersebut ? “, tanya Ali khawatir. Sementara Alu hanya diam saja, ia terlihat pasrah saja.
“ Gada Sakti ini akan ku hantamkan pada sekeranjang durian ini “. kata raja.
“ Nanti akan terlihat siapa pemiliknya ! “.
Ali terkejut, bila gada sakti itu dihantamkan, pasti keranjang durian itu akan hancur lebur. Alu masih diam saja.
“ Ampun beribu ampun baginda, daripada gada sakti itu dihantamkan, lebih baik keranjang durian itu diserahkan saja pada Alu ! “, pinta Ali menghiba.. “ Hamba ikhlas baginda “.
“ Kamu sendiri bagaimana Alu ? “, tanya raja. “ Mohon ampun baginda, hamba mengikuti baginda saja ! “. “ Kalau baginda ingin menghantamkan gada sakti itu, hamba setuju saja ! “, katanya senang.
“ Hmm ….. baiklah ! “, kata raja mengurungkan niatnya. “ Ali, bawalah keranjang durian ini ! “, kata raja tenang. “ Kaulah pemilik sesungguhnya ! “, kata raja lagi.
“ Mohon ampun baginda, bagaimana baginda tahu keranjang durian ini milik Ali ? “, tanya seseorang.
Kemudian raja menjelaskan panjang lebar, bahwa bila dia pemiliknya tentu tidak akan rela jika buah-buahannya dihancurkan. Karena sebagai sumber mata pencahariannya. Sedang bagi yang mencuri tidak masalah, karena tidak pernah merasa memiliki. Semua yang menghadap mengerti sekarang, sungguh adil dan bijak Sang Raja Sangga Buana.
“ Kamu Alu, perbuatanmu sungguh tidak terpuji ! “, hardik raja dengan geram.
“ Engkau tidak saja mencuri dan berbohong, tapi suka mabuk-mabukkan dan berjudi ! “, kata raja semakin marah.
“ Kamu memang pantas dapat hukuman yang setimpal ! “.
“ Mohon ampun beribu ampun baginda, hamba sungguh menyesal “, Alu mengiba-iba sambil ketakutan sekali.
“ Perbuatanmu selama ini sungguh tidak baik ! “, tambah raja pula. “ Selalu dilakukan berulang-ulang walau Ali sudah mengingatkanmu, sungguh manusia tidak berguna kamu ! “.
Ali hanya terdiam saja tapi juga merasa khawatir akan tindakan sang raja. Bagaimanapun ia masih sayang pada adiknya, walau berperilaku tidak baik.
Hanya Alu saudaranya yang ada.
“ Hmm …… kamu memang seperti batu saja, sulit untuk jadi sadar kembali seperti manusia yang berguna ! “.
Maka dengan seketika tubuh Alu secara perlahan berubah menjadi patung batu dengan sikap memohon. Bersamaan dengan itu keranjang durian yang menjadi sengketa juga berubah menjadi batu.
Ali yang menyaksikan semua itu sungguh merasa menyesal. Andai saja mereka tidak bertengkar dan ada yang mau mengalah tentu tidak akan terjadi seperti itu.
Penyesalan memang selalu datang belakangan, oleh sebab itu selalu harus hati-hati dalam bertindak atau berucap.
Sebagai peringatan, patung tersebut diletakkan di alun-alun kerajaan. Agar semua orang dapat melihat.
Dan sejak saat itu desa tempat tinggal Ali dan Alu dinamakan desa “ TUGU ALU DUREN “.


Karangan : Tungky
November 2000.



Cerpen diatas berthemakan cerita kerajaan yang kubuat pada tahun 2000an, termasuk pertama dari beberapa cerpen lain yang kutuangkan dalam bentuk tulisan.
Bila disimak jalan ceritanya, maka akan tampak beberapa kejanggalan, dapatkan anda membedakan dengan cerpen-cerpen yang ku buat pada tahun belakangan ini atau yang mendekati tahun 2008 ????
Cerpen diatas belum pernah diterbitkan pada majalah anak atau harian yang menyediakan rubrik khusus untuk anak, segera akan diedit lagi supaya lebih menarik dan secepat mungkin akan ku kirimkan ……

Kamis, 02 Oktober 2008

PENASIHAT GEMBEL

Zaman dahulu ada sebuah kerajaan diperintah oleh seorang raja adil dan bijaksana. Sayangnya Sang Raja sedang bermuram durja, ada apa ? Beliau sedang berpikir-pikir, siapa gerangan yang bisa menggantikan penasihat kerajaan yang belum lama meninggal. “ Sayembara adalah cara yang paling adil ! “, kata Raja. “ Penasihat ku yang baru kelak tidak kalah pandai serta bijaksana dari yang sebelumnya ! “.Maka berdatanganlah orang-orang dari pelosok kerajaan, tua-muda yang nampaknya seperti orang cerdik pandai. Rakyat jelata pun berduyun-duyun ke istana ingin menyaksikan. Decak kagum terlontar setiap kali ada peserta yang maju ke depan. Sangat sulit menentukan siapa yang pantas menjadi penasihat raja yang baru. Semua pandai, cerdas juga bijaksana, tua muda sama saja. Tiba-tiba kekaguman berubah menjadi kegemparan, ketika muncul seorang yang agak tua namun berpakaian ala kadarnya, lebih mirip pengemis. “ Hei, gembel, kau dilarang ikut sayembara ini ! “, tegur pengawal raja. “Siapapun bisa ikut, tak ada larangan dalam peraturan ! “, kata gembel itu tenang. “ Biar kan saja, orang ini juga berhak ! “, perintah raja. Beberapa ujian sudah dilaksanakan, penonton makin heran karena gembel itu tetap lulus. Kini giliran raja mengajukan pertanyaan sangat sulit, beliau yakin tak akan ada yang bisa. “ Coba diantara kalian ada yang bisa menjawab pertanyaan dengan cepat ! “. “ Berapa hasil dari 301.257 dikali 4689 ! “, kata raja seraya tersenyum. Para peserta yang masih tersisa tidak dengan segera dapat menjawab. Karena sedang menghitung-hitung diluar kepala. Namun tidak bagi si gembel, ia bersuara lantang. Jawabnya …..“ 1.025.867.943 ! “. Suasana jadi hening dan sunyi senyap seperti di kuburan saja. Penonton takjub sekaligus heran, apakah jawaban itu benar adanya ??? “ Mengapa kau yakin itu jawabnya yang tepat ? “, tanya raja ingin tahu. “ Mudah saja baginda ! “, jawab gembel dengan ketenangan yang luar biasa. Sengaja gembel menyebut angka demikian karena raja sendiri juga tidak tahu jawaban yang benar. Selain itu bila disimak semua angka yang disebut raja ada,artinya dari angka 0 sampai 9. Ini bukan tanpa sebab, andai itu suatu masalah, tentu banyak dan ber-urutan atau tidak ber-urutan. Nah, untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut tidak dengan asal menjawab cepat tapi harus bisa mendapatkan jalan keluarnya yang baik dan tepat. “ Hmm…pandai dan cerdik juga ! “, raja memuji serta bergumam. Namun raja masih memberi kesempatan peserta lain mengikuti 2 pertanyaan lagi. “ Bisa lihat wajahnya sendiri dengan jelas tapi tak bisa lihat punggungnya sendiri ! “. “ Apa itu ? “, tanya raja, ia yakin kali ini tidak ada peserta yang bisa menjawab. Kembali si gembel menjawab dengan mudah dan lebih cepat dari beberapa peserta lain. Ia menjawab, ORANG SEDANG BERCERMIN. “ Ini pertanyaan terakhir dan harus lebih cepat lagi jawabnya ! “, kata raja lagi. “ Gembel, siapa namamu ? “, tanya raja serta mengajukan pertanyaan yang sama pada peserta lain. “ Namaku Gembel baginda ! “. Peserta lain juga menyebutkan nama masing-masing pada sang raja. “ Baiklah, andai kutanya yang namanya gembel itu yang mana, ….kau bisa jawab ? “. Peserta lain juga ditanya demikian oleh baginda raja. Ada peserta lain yang menunjuk dadanya. “ Salah, itu dadamu bukan namamu ! “. Ada yang menunjuk kepalanya. “ Tidak tepat, itu kepalamu bukan namamu ! “. Para peserta jadi kebingungan, kali ini pertanyaan raja sungguh sangat sulit dijawab. Mereka akhirnya menyerah dan tidak ada satu pun yang menjawab dengan benar. “ Nah Gembel … kau bisa ? “, tanya raja tersenyum senang. “ Maaf baginda, tentu saja bisa menjawab, bahkan lebih mudah dari sebelumnya ! “. Raja terkejut, siapa sebenarnya si gembel ini, mengapa selalu bisa dan seolah tidak ada yang tidak bisa dia jawab. “ Coba baginda panggil namaku Gembel ! “. “ Apa maksudmu menyuruhku, kurang ajar benar kau ! “, sang raja tersinggung. “ Maaf baginda, bila baginda memanggil namaku, tentu aku akan menjawab ! “. “ Nah, itu si gembel, bukankah itu yang ditanyakan raja tadi ? “. “ Kaulah yang akan menjadi penasihat ku yang baru ! “, suara raja tegas tanpa ragu. Penobatan akan segera dilaksanakan, semua penonton terkejut, tidak menyangka seorang gembel akan jadi Penasihat Raja yang baru. Selain pandai, cerdik juga bijaksana. Dalam sayembara itu para peserta lain dibuatnya kalah dengan cara terhormat bahkan gembel mengagumi mereka semua, hanya peserta lain belum beruntung saja, katanya. Rakyat memanggilnya Penasihat Gembel, tapi ia tidak marah.

Karena arti gembel adalah GEmar MemBeri pELajaran yang baik.

Karya : Tungky

Minggu, 5 Nov’ 2006.

Satu lagi cerpen karya sendiri aku tulis, namun belum pernah diterbitkan oleh majalah atau pun harian yang menyediakan rubrik khusus untuk anak-anak. Aku akan edit lagi lalu ku coba kirim kan ke salah satu harian yang sangat sulit ku tembus dengan cerpen-cerpen anak karya ku, entah mengapa cerpen ku selalu ditolak dengan satu dan lain alasan yang kadang menurutku tidak masuk akal argument penolakannya, tapi aku tidak menyerah, terus tetap ku kirim hingga kini dan mungkin sudah berjalan tahunan belum pernah berhasil ku tembus. Cerpen-cerpen ku macam-macam thema ceritanya, ada cerita tentang binatang, iptek, kerajaan juga cerita harian anak-anak jaman sekarang. Ada satu kebanggaan sekaligus kebahagiaan bila harian itu mau menerbitkan karya ku walau cuma sekali, aku ingin cerpen-cerpen ku bisa dibaca seluruh anak di negeri ini, syukur-syukur bisa berguna buat mereka dengan menarik pelajaran dari cerpen-cerpen ku, begitu saja maksud ku, sederhana dan simple saja bukan ??????

Rabu, 01 Oktober 2008

JADI ORANG TERKENAL

Semula Bondi hanya suka bercerita atau mendongeng saja. Ia tidak pernah tahu bakat itu berasal dari siapa ? Setiap bercerita bisa keluar begitu saja dari mulutnya dan selalu punya ide untuk mendongeng.

Mengapa kamu tidak coba kirim karyamu ke majalah anak ? “, tanya ibu suatu ketika.

Siapa tahu diterima dan kamu akan mendapat honor ! “.

Selain bisa ditabung, kan bisa untuk membeli alat tulis ! “. Bondi hanya diam saja, tapi menyetujui ucapan ibu.

Sedikit demi sedikit karangannya ada yang diterbitkan oleh beberapa majalah anak terkenal. Bahkan sudah ada beberapa yang diterbitkan dalam bentuk buku cerita bersambung anak-anak.

Sekarang ia sudah menjadi salah seorang penulis cerita anak yang terkenal.

Hei, itu kan Bondi, ayo kita minta tanda tangan yuk ! “, teriak seorang anak pada kelompok teman-temannya.

Mereka segera berhamburan mengerumuni Bondi. Saat itu ia baru saja keluar dari sebuah toko buku. Dia melayani seluruh anak-anak dengan ramah, walau agak repot juga. Boleh dikata, dimana saja, kapan saja selalu diserbu para penggemar.

“ Bu, ternyata jadi orang terkenal susah juga ya ! “.

“ Ahtidak juga, tergantung bagaimana kamu menyikapinya ! “, jawab ibu bijaksana.

Benar juga ya bu ! “.Tapi lebih enak jadi Anya ! “.

Lhokok bisa begitu ? “, tanya ibu tidak mengerti.

Menurut Bondi, Anya adiknya lebih bebas kemana saja tanpa dikerumuni para penggemar. Mau berenang bebas, mau jalan-jalan ke mall bisa santai. Makan di restoran pun tidak menjadi perhatian orang-orang. Ibu hanya tertawa saja.

Kalau disuruh memilih mau nggak ? “, tanya ibu.Maksudnya bagaimana bu, aku tidak mengerti ? “.

Bondi mau jadi terkenal atau biasa-biasa saja seperti Anya ? “. Ia tidak segera menjawab, hanya termangu saja. Sebelum terkenal Bondi ingin sekali semua karyanya dapat berguna untuk anak-anak. Tidak pernah menyangka jadi terkenal. Sekarang ia bisa disebut sebagai jutawan cilik.

Tapi kalau biasa-biasa saja, tentu tidak bisa beli buku yang banyak, beli mainan juga menabung, pikirnya. “ Ahentahlah bu, aku tidak tahu, bingung nih ! “.

Pada suatu ketika Bondi mengajak ayah, ibu dan Anya berlibur ke suatu tempat yang agak terpencil. Tentu akan menyenangkan dan asyik suasananya.

Kembali ke alam asli, Back to Nature, begitu kata Bondi. Siapa tahu dapat ide menulis cerita untuk karangan yang baru kelak. Selain itu ia tidak ingin dikenali oleh siapa pun juga.

Setelah segala persiapan terpenuhi, maka dipilihlah sebuah pulau yang terletak di sebelah Utara tempat pulau tinggal mereka. Suasana alam daerah yang dikunjungi masih asli dan cukup sepi. Penduduknya ramah dan juga tidak terlalu padat. Hanya ada satu hiburan di kota kecil itu, yaitu panggung boneka. Pemiliknya orang yang terkaya disana.

“ Yah, Bu, kita nonton panggung boneka yuk ! “, pinta Anya.

Iya, semua ceritanya berasal dari daerah sekitar pasti bagus ! “, tambah Bondi.

Ketika sampai di gedung yang sederhana itu, ternyata penonton sedikit sekali. Tiba-tiba Bondi dihampiri seorang anak laki-laki sebayanya. “ Ahternyata ditempat terpencil ini masih ada juga yang mengenaliku ! “. Namun ia merasa bangga, karena hasil karyanya dibaca oleh anak-anak di daerah ini.

Selamat datang, terima kasih sudah mau datang kesini ! “, sambut anak laki-laki itu ramah seraya menjabat tangan Bondi erat-erat.Terima kasih juga ! “, jawabnya kagum atas keramahan anak itu.Aku tidak kenal kamu, tapi pasti bukan penduduk disini kan ? ‘.

Arga, demikian nama anak laki-laki itu. Ia ingin sekali menonton cerita anak yang akan dipertunjukkan. Tetapi kata pemilik panggung boneka itu, bila tidak ada penonton yang datang lagi. Maka pertunjukkan akan dibatalkan. Tentu saja Arga senang bukan main saat Bondi sekeluarga datang.

Wahtadi aku ke-GR-an … ! “, kata Bondi malu sendiri.

Ia sempat heran, tapi akhirnya mengerti sendiri ….Tak urung kejadian itu membuat geli sendiri.

Inikah rasanya menjadi orang terkenal ….. ?????

Karya : Tungky

Desember 2003


Satu lagi cerpen anak karya ku yang dimuat pada majalah rohani umat Katholik HIDUP. Pada edisi No 03 Tahun ke - 61 - 21 Januari 2007.

Ada rasa bahagia juga bangga manakala tiap cerpen anak ku berhasil dimuat ...........



Minggu, 28 September 2008

BONDI DAN ANYA

Bondi dan Anya adalah dua orang kakak beradik, Anya lebih tua, tapi tubuh Bondi lebih besar dan tinggi. Mereka satu sekolah, Anya kelas 6 SD sedang Bondi kelas 5 SD. Di sekolah Bondi selalu menjaga dan melindungi kakaknya.

Kegiatan bela diri serta kepramukaan di sekolah selalu diikuti, oleh sebab itu mereka selalu sehat serta baik budi pekertinya.

Mereka pernah menegur temannya ketika hendak mengkatapel seekor burung di pohon.

“ Sedang apa kalian ? “, tegur Bondi.

“ Ah, kamu mau tahu saja Bon ! “, sahut temannya, sambil menyiapkan ketapelnya.

Jangan dong, kasihan kan, burung itu juga ingin hidup ! “, Bondi mengingatkan.

“ Coba kalau kamu yang kena ketapel, sakit nggak ? “, Anya menambahkan.

Di sekolah juga ada teman mereka yang suka sekali mengganggu anak-anak lain.

Bahkan tidak jarang suka nantang berkelahi. Namanya Roni, ia punya geng sendiri.

“ Hei Nya, aku minta rotimu, kalau tidak diberi kupukul nanti ! “, ancam Roni, lalu merebut roti Anya.

“ Jangan Ron, kalau mau masih ada beberapa potong lagi ! “, jawab Anya sambil berusaha merebut kembali rotinya.

“ Ron, apa yang sedang kamu lakukan, jangan ganggu Anya ! “, tiba-tiba Bondi muncul.

“ Kamu mau apa Bon, nantang berkelahi ya ! “, jawab Roni sambil melepaskan tempat roti Anya dan menghampiri Bondi.

Teman-teman lain juga segera berdatangan mengerumuni, ingin tahu apa yang sedang terjadi.

“ Daripada berkelahi, aku punya usul ! “, kata Anya setelah mendapat akal agar tidak terjadi perkelahian.

Lalu Anya menjelaskan, kalau terjadi perkelahian, keduanya pasti akan kena hukuman, tidak peduli mana yang benar atau yang salah.

Lebih baik keduanya bertanding adu kepandaian saja, itu jelas tidak saling menyakitkan.

Roni tahu, keduanya selain pandai juga cerdik, tapi ia tidak mau kalah begitu saja.

“ Siapa takut ! “, jawab Roni dengan pongahnya.

Sebelum pertandingan dimulai dicarikan seorang juri, supaya adil dan tidak curang.

Adu kepandaian dibagi dalam dua babak, babak pertama yaitu menjawab sepuluh soal matematika dengan cepat dan benar. Lalu dilanjutkan dengan teka-teki yang masuk akal, tidak boleh sembarangan. Babak kedua yaitu adu panco.

“ Kalau Roni kalah harus janji tidak akan mengganggu dan berkelahi lagi ! “, kata Anya. “ Kalau Bondi yang kalah gimana ? “, Roni balik bertanya.

“ Aku akan tunduk padamu ! “, jawab Bondi tegas.

Keesokan harinya pada saat jam istirahat pertama di kelas kosong yang telah ditentukan, mereka mulai.

“ Ini ada sepuluh soal matematika, waktunya hanya lima menit, tidak boleh salah, kalian siap ? “, tanya Siska sebagai juri.

Setelah lima menit berlalu, ternyata keduanya sama kuat.

“ Sekarang pertandingan teka-teki, harus diundi dulu, siapa yang duluan ! “, Siska lalu mengundi.

Ternyata giliran pertama adalah Roni. “ Apa yang namanya sama dengan rasanya ? “.

“ Ayo jawab Bon, kamu pasti tidak bisa ! “, Roni mengejek sambil tertawa-tawa.

Sejenak Bondi berpikir keras, lumayan sulit juga neh teka-teki Roni, pikir Bondi.

“ Ah … aku tahu jawabnya, ‘ ASEM ‘, ya asem jawabnya ! “, seru Bondi kegirangan.

Teman-teman lain mulai bersorak, karena pertandingan mulai seru, suasana jadi ramai.

“ Olah raga apa yang tidak mengeluarkan keringat sama sekali ? “, tanya Bondi.

“ Wah, kamu curang Bon, mana ada olah raga tidak berkeringat ? “, Roni berteriak.

Ia ragu bisa menjawab dan berusaha menghindar.

“ Iya neh, Bondi curang ! “, kelompok Roni memberi dukungan ke Roni.

Roni terdiam dan berusaha berpikir keras, tapi semakin berpikir keras ia tidak menemukan jawaban yang tepat. Bahkan kepalanya mulai pusing dan mulai geram.

“ Ayo Ron, waktunya hampir habis ! “, Siska memperingatkan.

Roni nyerah pasrah. “ Apa jawabnya Bon, kalau macam-macam kuhajar nanti ! “.

“ Berenang ! “, jawab Bondi singkat sambil tersenyum tapi tidak mengejek.

“ Hore … hore, Bondi menang ! “, riuh rendah suara teman-temannya kegirangan.

Bersamaan dengan itu bel tanda usai istirahat berbunyi.

Esoknya ketika pertandingan panco, Bondi bisa mengalahkan Roni dengan mudah. Padahal selama ini Roni tidak terkalahkan di sekolah.

“ Tidak bisa, aku tidak mau ! “, Roni tidak mau menerima kekalahannya.

“ Ron, kamu kan sudah berjanji sebelumnya, maka harus ditepati ! “, Siska memperingatkan. “ Kalau Bondi bisa mengalahkan aku dalam berkelahi, aku terima ! “.

“ Aku tidak takut walau kamu bisa karate Bon ! “, sambung Roni lagi.

Bondi berusaha mencari akal agar bisa menghindari perkelahian, apalagi Roni tampak semakin panas dan emosi saja.

“ Ron, aku bisa mematahkan 2 buah bata sekali gus, apa kamu tidak takut ? “, Bondi berusaha menakuti Roni.

“ Aku juga bisa, bahkan 3 buah bata sekali gus ! “, Roni pongah dan merasa tertantang. Wah, celaka, pikir Bondi, anadai Roni melakukan dan tidak tahu caranya, bisa cidera dia, pikir Bondi mulai kuatir.

“ Aduh … aduh … ! “, tiba-tiba Roni berteriak kesakitan sambil menangis.

“ Sini, coba kuliat tanganmu ! “, Bondi langsung memegang tangan Roni dan menolong dengan cara yang diajarkan dalam bela diri yang selalu rajin diikutinya.

“ Lain kali jangan pernah coba-coba lagi kalau tidak tahu caranya juga kalau belum pernah diajarkan serta terlatih pula, bisa cidera dan berbahaya Ron ! “, kata Bondi bijak.

Roni hanya bisa mengangguk lemah, namun dia berjanji dalam hatinya, akan menjadi anak baik dan semua teman sekolah adalah temannya juga bukan untuk diganggu.


Karya : Tungky

November 2000


Diatas adalah cerpen ku termasuk awal kali ku coba menulis atau menuangkan ide cerita dalam bentuk cerpen, coba kalau diperhatikan, masih banyak bahasa yang kupakai sangat sederhana dan bukan gaya percakapan anak-anak jaman sekarang.

Cerpen itu sudah ku kirimkan ke beberapa majalah anak tapi tidak ada tanggapan, mungkin tidak menarik jadi tidak layak tayang, waktu itu aku msh pakai pos kirimnya jadi tidak efisien dalam hal waktu, menurut ku.

Barangkali juga alur ceritanya masih tidak nyambung walau mungkin thema cerita dan isi ceritanya bagus, kambali ini penilaian yang sifatnya sangat subyektif sekali.

Tapi sambil berjalan dengan waktu dan aku tetap menulis hingga saat ini, kurasakan ketrampilan untuk memainkan bahasa, ide cerita juga alurnya semakin bertambah maju atau lebih baik daripada cerpen-cerpen yang kubuat pertama kali.

Cerpen diatas belum pernah dimuat dan kutulis di blog ini sesuai naskah aslinya dan akan ku edit kembali untuk dikirimkan ke beberapa majalah anak.

Sependapatkah anda para pembaca ?

Silahkan beri komentar apa saja, itu jelas masukan untuk ku sendiri, sebelumnya terima kasih banyak yang bisa ku ucapkan ……

Maukah Memberi Saran ?