J A M

Kamis, 11 Desember 2008

MUSIM HUJAN TELAH TIBA

Akhir-akhir ini hujan turun semakin sering saja. Pagi, siang bahkan juga malam.
Tito, Toni dan Bondi senang sekali, karena bisa main hujan sepuas-puasnya.
Kadang tidak hanya bermain bola, tapi juga kejar-kejaran lalu berguling-guling di tanah. Semakin kotor tubuh mereka, semakin senang ketiganya.
“ Bon Ton, coba kalian bisa gak tangkap aku ! “, tantang Tito siap-siap berlari.
“ Eh, apa susahnya … ayo Bon … ? “, kata Toni lalu mengejar Tito, Bondi berlari mengikuti.
Ketiganya berkejaran di halaman, setelah Tito tertangkap mereka pura-pura terjatuh lalu bergulingan sampai benar-benar tubuh mereka dipenuhi lumpur, riang sekali.
“ Yuk kita main gol-golan ? “, ajak Bondi tiba-tiba.
“ Tapi di undi dulu siapa yang menjaga gawang ! “, seru Tito.
“ Setuju … ! “, Toni menambahkan dengan semangat.
Mereka sungguh menikmati bermain hujan hari itu. Padahal orang tua ketiganya sudah melarang. Selain bisa sakit juga berbahaya bila ada sambaran petir.
“ Hatsyi … hatsyi … ! “, terdengar Toni bersin-bersin terus.
Ia sudah merasa kurang sehat sejak sore setelah mandi. Malamnya menjelang belajar, tubuhnya demam, giginya saling beradu sampai berbunyi menahan demam.
“ Toni … mengapa kamu masih bermain hujan juga ? “, tegur ibunya sambil memegang kening Toni, terasa hangat.
Toni merasa bersalah dan menyesal, besok pasti tidak bisa sekolah, padahal dia ada janji dengan Tito dan Bondi juga Gendhing, setelah pulang sekolah mau membuat mainan perahu rakitan.
Malamnya setelah diberi obat, ibunya cerita tentang hujan. Hujan itu bisa bersahabat bisa juga jadi bencana alam. Bersahabat bagi penduduk yang tanahnya kering kerontang dan jarang sekali turun hujan. Menjadi bencana, bila hujan turun terus-menerus tiada henti yang bisa mengakibatkan banjir besar.
Banjir bisa terjadi karena ulah manusia juga, mengapa ?
Banyak orang membuang sampah sembarangan bukan pada tempatnya, misalnya di kali, di got dan lain-lain tempat lagi.
Menebang pohon sembarangan di hutan yang bisa mengakibatkan tanah longsor, sehingga air hujan tidak dapat meresap dengan baik di tanah, maka bisa terjadi banjir.
Belum lagi wabah penyakit berbahaya yang ditimbulkan saat banjir tiba.
“ Sekarang kamu sakit, rugi kan tidak bisa melakukan apa-apa ? “, tambah ibu.
“ Pelajaran juga banyak yang tertinggal jadinya ! “.
Toni hanya diam lesu menyesal sambil tiduran lemah tidak berdaya.
Tanpa setahu Toni, Tito dan Bondi juga jatuh sakit.
Toni tahu sekarang, bermain hujan tidak saja menyenangkan, tapi juga tahu akibatnya seperti yang dialami sekarang. Sebetulnya apa sih susahnya menuruti nasihat orang tua, apa pun itu, pikir Toni.
Ternyata Tito dan Bondi juga berpikiran sama seperti Toni, kenapa selama ini tidak mau mendengar nasihat orang tuanya.
Iya, apa ya sulitnya menjalankan nasihat orang tua, pikir Tito dan Boni di rumahnya, sambil berbaring sakit.

Karya : Tungky
Juli 2001

cerpen diatas belum lama diterbitkan oleh majalah mingguan HIDUP, edisi No 49 Tahun ke-62, Tgl 7 Desember 2008, Puji Tuhan, sungguh senang rasanya dan moga bisa berguna untuk anak-anak .....

Selasa, 11 November 2008

TUGAS DARI GURU

“ Tur, bisa bantu aku gak ? “, kata Tono dengan wajah murung. “ Aku dapat tugas dari guru, untuk menentukan berat benda tapi tanpa ditimbang, aku jadi bingung, bagaimana caranya ? “. “ Lagian, mana mungkin mengukur berat benda tanpa ditimbang, iya kan Tur ? “. Nampak suara Tono yang makin meninggi ketika menceritakan masalah yang sedang dihadapinya dan seolah minta dukungan dari sahabatnya Guntur, bahwa tugas itu tidak mungkin dikerjakan. “ Ton, coba sabar dulu dan berpikir dengan tenang ! “, saran Guntur pula. “ Kamu selalu begitu, ntar buntut-buntutnya bilang, coba pake logika, iya kan ? “. Guntur hanya tertawa, Tono sudah tahu tabiat Guntur, selalu menghadapi semua persoalan dengan tenang dan memakai logika serta tidak terbawa oleh emosi. “ Aku mau tanya saja dan tolong dijawab dengan kejujuranmu ya ? “. “ Apa maksudmu …… ayolah, jangan malah membuat ku tambah bingung neh ! “, Tono protes dengan suara tinggi. “ Oke … oke … jawab saja satu pertanyaanku, setuju ? “, Guntur membujuk. Tono menggerutu tidak jelas seperti suara jutaan lebah di sarang. Tapi tak urung dia mengangukkan kepalanya tanda setuju dan mau. “ Menurut mu, apa mungkin guru memberikan tugas yang pasti tidak akan bisa dikerjakan muridnya ? “. “ Tapi sudahlah, mari kita kerjakan sama-sama, anggap saja kita seperti detektif kecil conan, oke teman ? “, suara Guntur terdengar jenaka untuk meredakan kadar emosi Tono yang nampak semakin meninggi. Guntur suka sekali dengan komik detektif kecil Conan, dia senang dengan caranya memecahkan segala misteri kejahatan. “ Kita mulai dari gurumu dulu ! “, kata lagi. “ Gurumu itu mengajar mata pelajaran apa ? “. “ Fisika dan IPA ! “, jawab Tono singkat dan bertambah kesal dengan sikap Guntur yang bertele-tele. Guntur tahu respon Tono, tapi pura-pura saja tidak tahu. Lalu ia bertanya lagi, “ Oke, kalau lihat tugasmu, sepertinya lebih cocok dengan pelajaran Fisika ? “. “ Kok gitu, aku gak ngerti ? “, wajah Tono spontan keheranan jadi tampak lucu. Guntur hanya tersenyum saja, usahanya mulai berhasil karena Tono tertarik dengan ucapan pancingannya. “ Iyalah …… memang ada cara lain untuk mengukur berat benda tanpa memakai timbangan, tentu saja memakai hukum atau rumus dari penemunya “ !. “ Tapi nanti dulu, benda apa yang ditugaskan gurumu untuk diukur beratnya ? “. “ Apa saja boleh asal benda padat ! “, Tono makin bingung tapi sudah tidak kesal. “ Nah, sudah lebih jelas analisa ku, sekarang kamu maunya mengukur benda apa ? “. “ Itu yang aku gak tahu, caranya aja gak ngerti, gimana bisa menentukan benda apa yang akan diukur beratnya ! “, jawab Tono. “ Wah, gayamu semakin mirip saja dengan Conan si Dektektif kecil itu ? “, kata Tono lagi yang sudah mulai tenang dan geli melihat gaya sahabatnya. “ Gak apa-apa kan dan yang penting berhasil usaha kita ini, tul gak ? “. Tono hanya mengangguk-anggukkan kepala saja bisanya, entah dia setuju atau hanya sekedar ingin menganggukkan kepala biar lebih seru percakapan mereka. “ Kita pake Hukum Archimedes ! “, kata Guntur tegas, mantap dan meyakinkan. Lalu Guntur menjelaskan proses mengukur berat benda padat dengan memakai Hukum Archimedes. Bahwa berat benda sama dengan air yang ditumpahkan. Andai Telur Bebek mentah yang akan diukur, maka sebelumnya disiapkan satu gelas besar berisi air penuh sampai kebibir gelas tapi jangan sampai meluap airnya. Lalu Telur Bebek mentah dimasukkan kedalam gelas itu, tentu ada air yang tumpah, nah air tertumpah itulah yang diukur beratnya, maka akan sama dengan berat Telur Tebek mentah itu. Jadi tidak perlu pakai timbangan untuk mengukur berat telur bebek mentah tersebut. “ Benar juga ya, kamu memang pintar juga cerdas Tur, terima-kasih ya ! “, Tono kegirangan karena semula sudah hampir putus asa dengan tugas itu. “ Eh, tapi tunggu dulu, lantas gimana caranya mengukur berat air yang tumpah ? “. “ Itu hal yang sangat mudah, tapi diperlukan sedikit akal panjang ! “, jawab Guntur kalem sambil senyum-senyum penuh arti. Timbangan kue yang dipakai, karena bisa menimbang berat benda yang ringan-ringan bobotnya seperti terigu, gula dan lain-lainnya. Gelas berisi air penuh tadi diletakkan didalam timbangan kueh, lalu setelah airnya tertumpah karena dimasukkan telur bebek. Gelas yang berisi telur bebek yang terendam air diangkat dari atas timbangan kueh. Nah, hanya air tumpahan yang tertinggal di timbangan kue tersebut. Tentu lebih mudah melihat ukuran beratnya. Itu juga sama dengan berat telur bebek dengan memakai Hukum Archimedes tadi. “ Sip …… sip …… sip …… ! “, Tono berjingkrak-jingkrak kegirangan tiada terkira. Guntur hanya tersenyum puas sambil memandang kelakuan sahabatnya itu. “ Aku jadi heran sendiri, apa seh yang kamu ga bisa Tur ? “. “ Setiap aku tanya apa saja selalu ada jawabnya ? “. “ Semua bisa ku jawab karena pertanyaannya masih nalar atau berlogika ! “. “ Tapi jangan salah, ada hal lain yang aku juga tidak bisa ! “. “ Jadi jangan pernah katakan aku si serba bisa ya Ton ! “, tambah Guntur lagi serius. “ Kamu mau tahu apa yang aku ga bisa Ton ? “. Lalu Guntur membisikan sesuatu ke telinga Tono, tidak berapa lama meledaklah tawa Tono sejadi-jadinya dan nyaris ia berguling-guling di tanah karena tidak tahan geli. Guntur hanya membisikan, bahwa ia tidak bisa memakai rok di keramaian orang atau di tempat umum, tapi anak perempuan bisa memakai celana panjang anak lelaki dimana saja dan kapan saja …………

Karya : Tungky

Medio September 2008.


Cerpen diatas belum lama ku kirim kan ke salah satu majalah iptek anak yg cukup terkenal, ini adalah salah satu cerpen terbaik ku yang pernah aku buat


Jumat, 10 Oktober 2008

GETINDEK TEMAN BARU BANU

Banu belum terlalu kenal daerah sekitar rumah barunya. Sudah berhari-hari Banu main sendirian. Ia belum punya teman di tempat barunya. Banu asyik bermain TAMIYA yang baru dibelikan ayahnya. O … lalaada yang mengintip ketika Banu sedang memainkan mobil-mobilannya. Hanya terlihat sebatas mata keatas dan nampak beberapa kepala yang tersembul dari balik pagar.Kalau mau main bersama ku masuk aja, jangan mengintip-ngintip gitu ! “, sapa Banu ramah pada suatu hari. Tidak ada jawaban sama sekali, suasana jadi sepi. Banu mendatangi pagar tanaman yang cukup tinggi di rumahnya. Ada tiga anak sebaya Banu sedang jongkok diam, anak-anak itu terkejut, tidak menyangka akan didatangi.Sedang apa kalian disini ? “. Kenapa diam saja, apa kalian tidak bisa bicara ? “, Banu mulai kesal. “ Ahanumaafkan kami ! “, jawab anak yang gemuk tergagap. Kenapa minta maaf ? “, suara Banu mulai pelan, sambil menahan geli. Iya, tadi kan kami mengintip, itu tidak baik ! “, jawab Si Gemuk. Kami suka mobil-mobilanmu ! “, giliran anak yang pendek bersuara.Kenalkan kami GETINDEK ! “, anak yang paling tinggi dengan tegas.Nama kalian bagus dan lucu ! “, Banu menahan geli sambil membalas jabat tangan ketiga anak itu. GETINDEK singkatan dari GEmukTInggipenDEK. Banu tergelak, ketiganya lucu gayanya. Si Gemuk yang tertua lalu Si Tinggi dan termuda Si Pendek. Itu sebabnya jadi GETINDEK bukan TINGGEDEK atau DEKGETING. Banu terbahak-bahak setelah mendengar arti nama itu. Mereka tinggal di kampung sebelah dekat rumah Banu. Teman-teman baru Banu selalu membuat mobil-mobilan sendiri. “ Dari kulit jeruk bali ! “, kata Si Gemuk. Pakai kardus bekas juga bisa ! “, Si Tinggi menambahkan.Aku pernah buat dari kayu, rodanya dari laher bekas ! “, Si Pendek tak ketinggalan memamerkan keahliannya. Banu belum pernah tahu mainan mobil-mobilan seperti itu. Ia tertarik dan ingin sekali lihat mainan-mainan itu. Waktu itu langit tampak indah dengan sinarnya yang kemerahan. Pertanda hari menjelang sore, tidak lama kemudian mereka berpisah. Seminggu berikutnya, pada hari Minggu pagi, Banu mendatangi rumah GETINDEK. Ketiganya nampak sedang asyik bermain mobil-mobilan buatan sendiri. Terdengar suara celoteh lucu dan senda gurau mereka, Banu senang sekali dapat teman baru yang bersahabat. Nama kalian yang sebenarnya siapa ? “. “ Openasaran ya … ? “, Si Tinggi tersenyum.Aku CENDAK ! “, kata SI Pendek. Aku DUWUR ! “, kata Si Tinggi. Kalau aku LEMU ! “, Si Gemuk malu-malu. Banu menahan geli, terdengar asing nama mereka. Nama kalian benar-benar aneh tapi unik, terus apa artinya ? “. LEMU artinya gemuk, DUWUR artinya tinggi sedangkan CENDAK artinya pendek, mereka kakak-beradik. Banu terbahak dan tidak dapat menahan gelinya. Jadi nama mereka disesuaikan dengan kondisi tubuh masing-masing tapi dalam bahasa daerah lalu di Indonesiakan dan jadilah GETINDEK singkatannya. Teman-teman baru ku sungguh istimewa, pikir Banu.


Aku coba membuat cerpen anak dengan thema yang lucu, entah ini bs dianggap lucu atau tidak oleh anak-anak, terserah tanggapan yang membaca, cerpen tersebut juga sudah ku kirim ke salah satu majalah anak yang sudah punya nama dan sangat dikenal anak-anak ....

Karya : Tungky

Desember 2003

Senin, 06 Oktober 2008

MUSIM HUJAN TELAH TIBA

Akhir-akhir ini hujan turun semakin sering saja. Pagi, siang bahkan juga malam. Tito, Toni dan Bondi senang sekali, karena bisa main hujan sepuas-puasnya. Kadang tidak hanya bermain bola, tapi juga kejar-kejaran lalu berguling-guling di tanah. Semakin kotor tubuh mereka, semakin senang ketiganya. “ Bon Ton, coba kalian bisa gak tangkap aku ! “, tantang Tito siap-siap berlari. “ Eh, apa susahnyaayo Bon … ? “, kata Toni lalu mengejar Tito, Bondi berlari mengikuti. Ketiganya berkejaran di halaman, setelah Tito tertangkap mereka pura-pura terjatuh lalu bergulingan sampai benar-benar tubuh mereka dipenuhi lumpur, riang sekali. “ Yuk kita main gol-golan ? “, ajak Bondi tiba-tiba.Tapi di undi dulu siapa yang menjaga gawang ! “, seru Tito.Setuju … ! “, Toni menambahkan dengan semangat. Mereka sungguh menikmati bermain hujan hari itu. Padahal orang tua ketiganya sudah melarang. Selain bisa sakit juga berbahaya bila ada sambaran petir. “ Hatsyihatsyi … ! “, terdengar Toni bersin-bersin terus. Ia sudah merasa kurang sehat sejak sore setelah mandi. Malamnya menjelang belajar, tubuhnya demam, giginya saling beradu sampai berbunyi menahan demam. “ Tonimengapa kamu masih bermain hujan juga ? “, tegur ibunya sambil memegang kening Toni, terasa hangat. Toni merasa bersalah dan menyesal, besok pasti tidak bisa sekolah, padahal dia ada janji dengan Tito dan Bondi juga Gendhing, setelah pulang sekolah mau membuat mainan perahu rakitan. Malamnya setelah diberi obat, ibunya cerita tentang hujan. Hujan itu bisa bersahabat bisa juga jadi bencana alam. Bersahabat bagi penduduk yang tanahnya kering kerontang dan jarang sekali turun hujan. Menjadi bencana, bila hujan turun terus-menerus tiada henti yang bisa mengakibatkan banjir besar. Banjir bisa terjadi karena ulah manusia juga, mengapa ? Banyak orang membuang sampah sembarangan bukan pada tempatnya, misalnya di kali, di got dan lain-lain tempat lagi. Menebang pohon sembarangan di hutan yang bisa mengakibatkan tanah longsor, sehingga air hujan tidak dapat meresap dengan baik di tanah, maka bisa terjadi banjir. Belum lagi wabah penyakit berbahaya yang ditimbulkan saat banjir tiba. “ Sekarang kamu sakit, rugi kan tidak bisa melakukan apa-apa ? “, tambah ibu.Pelajaran juga banyak yang tertinggal jadinya ! “. Toni hanya diam lesu menyesal sambil tiduran lemah tidak berdaya. Tanpa setahu Toni, Tito dan Bondi juga jatuh sakit. Toni tahu sekarang, bermain hujan tidak saja menyenangkan, tapi juga tahu akibatnya seperti yang dialami sekarang. Sebetulnya apa sih susahnya menuruti nasihat orang tua, apa pun itu, pikir Toni. Ternyata Tito dan Bondi juga berpikiran sama seperti Toni, kenapa selama ini tidak mau mendengar nasihat orang tuanya. Iya, apa ya sulitnya menjalankan nasihat orang tua, pikir Tito dan Boni di rumahnya, sambil berbaring sakit.

Karya : Tungky

Juli 2001


Cerpen karya ku diatas belum lama ku kirim kan ke majalah yang menyediakan rubrik khusus buat anak, aku selalu berharap tiap cerpen yang sudah dikirim bisa diterbitkan .....ternyata memang sudah dimuat pada majalah mingguan HIDUP, edisi no 49 Tahun-ke 62, Tgl 7 Desember 2008, senang sekali rasanya, moga bisa berguna bagi anak-anak .....


Sabtu, 04 Oktober 2008

HARTA KARUN

Adi, Bima dan Citra adalah tiga orang bersahabat, tinggal di tepian sebuah hutan jati. Ketiganya masih kelas 1 SMP, hobi mereka sama, yaitu berpetualang. Setiap pulang sekolah selalu berkumpul disuatu tempat yang mereka namakan Markas Jati. Orang tua mereka bekerja sebagai penebang Pohon Jati pada perusahaan milik pemerintah.Adi, Bima dan Citra selalu dinasehati agar selalu menjaga lingkungan. Jangan merusak apalagi menebang pohon sembarangan. Karena bisa menimbulkan tanah longsor. “ Bima, Citra, kemarin aku lihat sesuatu yang aneh ! “, kata Adi saat berkumpul di Markas Jati. “ Apa itu Di ? “, tanya Bima dan Citra bersamaan. “ Entahlah, bagaimana kalau kita selidiki ? “, ajak Adi pula. Ketiganya lalu bergegas ke tempat yang dimaksud oleh Adi. Tempat itu tidak jauh dari markas mereka, tanahnya masih merah tanda belum lama terjadi. Ketiganya saling berpandangan. “ Ayo kita gali, siapa tahu harta karun ! “, ajak Bima. “ Jangan, aku takut, kalau barang curian bagaimana ? “, kata Citra ketakutan. “ Tidak usah takut, kalau barang curian kita lapor polisi ! “, kata Adi meyakinkan temannya. Kalau begitu terserah kalian sajalah ! “, kata Citra pula. Lalu mereka menggali, ternyata ditemukan sebuah kotak kecil. Adi lalu membuka kotak itu, ada secarik kertas dan ada tulisan …. ‘ Jika kalian ingin menemukan Harta Karun, majulah lima langkah dari tempat mu berdiri ‘. “ Nah, benar kan, ternyata petunjuk mencari Harta Karun ! “, kata Bima kesenangan. “ Asyik, kita berpetualang lagi ! “, tambah Adi pula. Sementara Citra hanya tersenyum, ia tidak begitu yakin.Mereka mengikuti petunjuk pada kertas itu, tapi tidak ditemukan apa-apa. Ketiganya mencari kesana-kemari dengan harapan menemukan petunjuk baru. Tapi tidak ada apa-apa. “ Lihat, ada kertas ditindih batu ! “, seru Bima tiba-tiba. ‘ Bila masih ingin Harta Karun, lekas bergeser sepuluh langkah ke kanan dari tempat berdiri sekarang ‘. Ketiganya semakin penasaran, diikuti petunjuk baru tersebut. “ Hei lihat, ada kertas yang tergantung pada ranting ! “, seru Citra yang melihat pertama kali. Kertas itu ternyata petunjuk baru lagi dan ada tulisan ‘ Mundur lima langkah ke belakang dari tempat berdiri ‘. Ditempat baru mereka menjumpai secarik kertas yang ditutupi daun-daun kering. 'Bergeser sepuluh langkah ke kiri ‘. Adi, Bima dan Citra sama-sama terkejut ketika sampai ditempat baru. Ternyata mereka kembali ketempat semula. “ Wah, kita dikerjai orang ! “, kata Adi kesal. "Awas kalau ketemu, akan kubalas nanti ! “, Bima ikut-ikutan geram. “ Teman-teman, siapa tahu ini baru permulaan ! “, kata Citra tenang, tapi juga penasaran. Dia terus berpikir. “ Apa maksudmu ? “, tanya Bima heran. Kemudian Citra menjelaskan, kalau arah petunjuk tadi dihubungkan maka akan menjadi persegi empat. “ Siapa tahu disanalah Harta Karun itu tersembunyi ! “. “ Benar juga ya, aku tidak berpikir begitu ! “, kata Adi. “ Wah, kamu pintar juga menganalisa ya ! “, puji Bima pula.Akhirnya ketiganya sepakat membuat dua garis diagonal, lalu titik temu kedua garis diagonal itu dianggap tempat Harta Karun. Ternyata kerja sama pemikiran ketiganya berhasil dengan diketemukannya kotak yang diduga berisi Harta Karun. Adi, Bima dan Citra senang sekali. Mereka merasakan petualangan kali ini lebih mengasyikkan. Tiba-tiba Adi tertawa terbahak-bahak, tentu saja Bima dan Citra jadi heran. Lalu keduanya ikut membaca kertas dari Adi. Tidak berapa lama Bima dan Citra juga tertawa sekeras-kerasnya, bahkan lebih keras dari Adi. Ternyata tulisan itu adalah ‘ Rajin-rajinlah belajar, supaya pandai dan tercapai cita-citamu kelak ‘. Adi, Bima dan Citra tidak kesal atau marah, bahkan senang. “ Ini baru namanya berpetualang ! “, kata Adi bangga. “ Dan ini namanya Harta Karun sesungguhnya ! “, tambah Bima tidak kalah girangnya. “ Tapi siapa ya yang membuat ini semua, aneh ? “, tanya Citra masih keheranan juga penasaran. “ Sst …. sssttt, dengar ! “, tiba-tiba Adi berbisik. “ Coba dengar baik-baik, sepertinya ada yang sedang berbisik-bisik ! “, katanya lagi. “ Ayo kita dekati, siapa tahu orang jahat ! “, ajak Bima. Entah mengapa ketiganya jadi pemberani, padahal hari mulai gelap. Perlahan-lahan mereka mencari sumber suara. Ternyata ada beberapa orang yang sedang merencanakan niat tidak baik. Orang-orang itu berencana hendak mencuri kayu jati dengan menebang pohonnya. Ditunggu saat hari sudah gelap. Kemudian ketiganya menyelinap dengan hati-hati menuju Kantor Polisi, mereka hendak lapor. “ Anak-anak, ada apa malam-malam begini kesini ? “, tanya Pak Polisi yang sedang tugas jaga atau piket. Ketiganya secara bergantian melaporkan apa yang mereka lihat dan dengar di hutan jati tersebut. Pak Polisi tanggap atas laporan anak-anak itu, lalu menyuruh anak-anak pulang dan mereka menyiapkan regu untuk menangkap para pencuri pohon jati itu. Para pencuri itu dapat diringkus sebelum melaksanakan niatnya. Kejadian itu sudah lama berlalu, tapi ketiga sahabat itu masih tetap berkumpul di Markas Jati. Tidak ada perasaan takut sama sekali, bahkan mereka berharap bisa menemukan sesuatu lagi. Pada suatu ketika, Adi, Bima dan Citra diberitahu oleh orang tua masing-masing, bahwa mereka mendapat panggilan dari Pak Camat. Semuanya diminta datang ke Kantor Camat. “ Ada apa ya, kok kita dipanggil Pak Camat ? “, kata Adi. “ Entahlah, aku juga tidak tahu “, sambung Bima. “ Mungkin ditegur karena sering main di hutan ! “, kata Citra. Ketiganya keheranan, selain itu orang tua mereka juga tidak memberi penjelasan mengapa dipanggil oleh Pak Camat. “ Adi, Bima dan Citra ! “, kata Pak Camat. “ Berkat jasa kalian, para pencuri pohon jati bisa ditangkap ! “. “ Kalian mendapat hadiah berupa Bea Siswa sampai lulus SMA ! “. Tentu saja ketiganya merasa senang sekali, apalagi orang tua mereka. Selain bangga juga bersyukur anak-anaknya bisa melanjutkan sekolahnya. Sebab mereka bukan dari keluarga mampu. “ Ternyata kegiatan kita selama ini membawa hasil ya ! “, kata Citra saat berkumpul di Markas Jati. “ Ya, aku juga tidak menyangka ! “, ujar Bima senang. "Bagaimana kalau kita cari Harta Karun lagi ? “, ajak Adi. “ Siapa tahu dapat hadiah lagi ! “, tambahnya lagi. “ Hu … hu … payah kamu Di ! “, ejek Bima dan Citra.Ketiganya lalu tertawa-tawa, mereka selalu akur tidak pernah berselisih apalagi sampai berkelahi. Adi, Bima dan Citra tidak pernah tahu, bahwa kotak yang mereka temukan sesungguhnya perbuatan ayah mereka masing-masing. Mereka ingin mengingatkan pada anak-anaknya agar jangan terlalu sering bermain hingga melupakan tugas belajar dirumah. Orang tua mereka juga tidak pernah tahu dan menyangka, akibat perbuatan mereka, maka anak-anaknya akan mendapat Bea Siswa. Sebetulnya Harta Karun yang sesungguhnya adalah Usaha dan Niat Adi, Bima dan Citra itu.

Karangan : Tungky

November 2000


Diatas aku kutip asli dari naskahku tanpa ada kata serta bahasa yang kurubah, jadi original alias asli, ide cerita mungkin bagus, tapi susunan bahasa serta urutan cerita yang membuat jadi tidak menarik, oleh sebab itu sambil berjalan dengan waktu, aku dapat pengalaman tersendiri untuk mengoreksi tulisan ku sendiri, setidaknya jadi lebih bagus dari karya-karya ku saat pertama kali kutuangkan dalam bentuk tulisan seperti cerpen diatas ……Tulisan itu belum pernah dimuat di majalah anak atau harian yang menyediakan rubriknya khusus untuk anak, seperti biasa akan ku edit lagi paling tidak supaya lebih enak dibaca juga menarik untuk anak-anak.Sependapatkah anda ? Atau mungkin punya masukan atau kritik lain ????

Jumat, 03 Oktober 2008

TUGU ALU DUREN

Di sebuah pulau besar bernama Gemah Ripah, terdapatlah sebuah kerajaan. Diperintah oleh seorang raja bernama Sangga Buana. Raja itu sangat sakti, juga adil bijaksana. Rakyat sangat mencintai rajanya. Ia sangat taat pada hukum yang berlaku. Tetapi mempunyai kelemahan, bila sedang marah tidak segan-segan menyumpah. Karena kesaktiannya apa saja dan siapa saja yang terkena akan segera menjadi kenyataan.
Terasebutlah dua orang kakak-beradik, Ali yang sulung sedang adiknya bernama Alu. Keduanya sudah lama tidak pernah akur. Ali peringainya baik, sedang Alu kebalikkannya. Keduanya bekerja sebagai pedagang buah. Ali hanya menjual Buah Duren saja yang berasal dari kebun sendiri. Alu menjual bermacam-macam buah yang berasal dari kampung kampung lain.
Pada suatu hari keduanya berselisih seperti biasanya ……
“ Alu, mengapa engkau mencuri durianku ? “, tegur Ali geram. “ Aku tidak mencuri, jangan menuduh sembarangan ! “. “ Engkau pasti berjudi dan mabuk-mabukkan lagi ! “, kata Ali.
“ Uang mu habis hingga tidak bisa membeli buah-buahan lagi, lalu mencuri durianku untuk dijual, iya kan ! “, katanya marah. “ Mengapa kebiasaan burukmu masih diulangi terus ? “.
“ Pokoknya aku tidak mencuri durianmu ! “, jawab Alu kesal.
Pertengkaran itu semakin menjadi saja, mereka nyaris saling baku hantam. Orang-orang mulai banyak berdatangan.
“ Apa yang kalian pertengkarkan ? “, tanya seseorang. “ Alu mencuri durianku ! “, kata Ali. “ Tidak, aku tidak mencuri, dia bohong ! “, teriak Alu kesal. “ Apa buktinya kalau Alu mencuri ? “, tanya yang lain.
“ Ya betul, apa buktinya ? “, tanya seseorang.
Memang sulit membuktikan kalau Alu mencuri durian, apalagi Ali tidak melihat sendiri. Ia hanya tahu ada sekeranjang duriannya yang hilang dari tempat penyimpanannya.
“ Sudah ….. sudah, lebih baik kita menghadap raja ! “, usul yang lain, akhirnya mereka berbondong-bondong menghadap.
Raja Sangga Buana menerima rakyatnya yang datang padanya.
“ Wahai rakyatku, mengapa kalian datang padaku ? “, tanyanya.
“ Mohon ampun baginda, Ali dan Alu selalu saja bertengkar ! “. “ Sudi kiranya baginda dapat menyelesaikan persoalan mereka “.
“ Wahai Ali dan Alu, benarkah demikian ? ‘, tanya raja pula.
Kemudian Ali menceritakan segala kejadian yang mengakibatkan keduanya bertengkar dan nyaris saling baku hantam.
“ Sudah jelas Alu mencuri durian hamba ! “, kata Ali lagi.
“ Apa buktinya kalau Alu mencuri ? “, tanya raja ingin tahu.
Ali tidak bisa menjawab pertanyaan raja, ia hanya terdiam.
“ Nah Alu, coba kamu ceritakan juga kejadiannya ? “.
Raja terdiam sejenak setelah mendengar cerita dari Ali dan Alu. Keduanya mempunyai alasan yang kuat dan masuk akal. Sang Raja ingin sekali berlaku adil untuk keduanya, tapi kali ini mengalami kesulitan. Tiba-tiba sang raja menyuruh pengawalnya mengambil gada saktinya. Tentu saja semua yang menghadap merasa terkejut juga heran. Apa yang hendak dilakukan sang raja ? Mereka semua tahu akan keampuhan gada sakti sang raja.
“ Nah Ali dan Alu, dengar, aku sudah mempunyai keputusan yang adil dan benar ! “, kata raja berwibawa.
“ Aku sudah tahu siapa pemilik durian ini ! “, katanya lagi sambil menunjuk sekeranjang durian yang menjadi sengketa.
“ Mohon ampun baginda, apa yang hendak dilakukan dengan gada sakti tersebut ? “, tanya Ali khawatir. Sementara Alu hanya diam saja, ia terlihat pasrah saja.
“ Gada Sakti ini akan ku hantamkan pada sekeranjang durian ini “. kata raja.
“ Nanti akan terlihat siapa pemiliknya ! “.
Ali terkejut, bila gada sakti itu dihantamkan, pasti keranjang durian itu akan hancur lebur. Alu masih diam saja.
“ Ampun beribu ampun baginda, daripada gada sakti itu dihantamkan, lebih baik keranjang durian itu diserahkan saja pada Alu ! “, pinta Ali menghiba.. “ Hamba ikhlas baginda “.
“ Kamu sendiri bagaimana Alu ? “, tanya raja. “ Mohon ampun baginda, hamba mengikuti baginda saja ! “. “ Kalau baginda ingin menghantamkan gada sakti itu, hamba setuju saja ! “, katanya senang.
“ Hmm ….. baiklah ! “, kata raja mengurungkan niatnya. “ Ali, bawalah keranjang durian ini ! “, kata raja tenang. “ Kaulah pemilik sesungguhnya ! “, kata raja lagi.
“ Mohon ampun baginda, bagaimana baginda tahu keranjang durian ini milik Ali ? “, tanya seseorang.
Kemudian raja menjelaskan panjang lebar, bahwa bila dia pemiliknya tentu tidak akan rela jika buah-buahannya dihancurkan. Karena sebagai sumber mata pencahariannya. Sedang bagi yang mencuri tidak masalah, karena tidak pernah merasa memiliki. Semua yang menghadap mengerti sekarang, sungguh adil dan bijak Sang Raja Sangga Buana.
“ Kamu Alu, perbuatanmu sungguh tidak terpuji ! “, hardik raja dengan geram.
“ Engkau tidak saja mencuri dan berbohong, tapi suka mabuk-mabukkan dan berjudi ! “, kata raja semakin marah.
“ Kamu memang pantas dapat hukuman yang setimpal ! “.
“ Mohon ampun beribu ampun baginda, hamba sungguh menyesal “, Alu mengiba-iba sambil ketakutan sekali.
“ Perbuatanmu selama ini sungguh tidak baik ! “, tambah raja pula. “ Selalu dilakukan berulang-ulang walau Ali sudah mengingatkanmu, sungguh manusia tidak berguna kamu ! “.
Ali hanya terdiam saja tapi juga merasa khawatir akan tindakan sang raja. Bagaimanapun ia masih sayang pada adiknya, walau berperilaku tidak baik.
Hanya Alu saudaranya yang ada.
“ Hmm …… kamu memang seperti batu saja, sulit untuk jadi sadar kembali seperti manusia yang berguna ! “.
Maka dengan seketika tubuh Alu secara perlahan berubah menjadi patung batu dengan sikap memohon. Bersamaan dengan itu keranjang durian yang menjadi sengketa juga berubah menjadi batu.
Ali yang menyaksikan semua itu sungguh merasa menyesal. Andai saja mereka tidak bertengkar dan ada yang mau mengalah tentu tidak akan terjadi seperti itu.
Penyesalan memang selalu datang belakangan, oleh sebab itu selalu harus hati-hati dalam bertindak atau berucap.
Sebagai peringatan, patung tersebut diletakkan di alun-alun kerajaan. Agar semua orang dapat melihat.
Dan sejak saat itu desa tempat tinggal Ali dan Alu dinamakan desa “ TUGU ALU DUREN “.


Karangan : Tungky
November 2000.



Cerpen diatas berthemakan cerita kerajaan yang kubuat pada tahun 2000an, termasuk pertama dari beberapa cerpen lain yang kutuangkan dalam bentuk tulisan.
Bila disimak jalan ceritanya, maka akan tampak beberapa kejanggalan, dapatkan anda membedakan dengan cerpen-cerpen yang ku buat pada tahun belakangan ini atau yang mendekati tahun 2008 ????
Cerpen diatas belum pernah diterbitkan pada majalah anak atau harian yang menyediakan rubrik khusus untuk anak, segera akan diedit lagi supaya lebih menarik dan secepat mungkin akan ku kirimkan ……

Maukah Memberi Saran ?