J A M

Sabtu, 20 September 2008

Menulis Saja !

Menulis punya keasyikan tersendiri, seperti menuangkan apa yang ada dikepala atau apa yang sedang dipikirkan dalam bentuk tulisan.
Lalu seperti apa bentuk tulisan itu ?
Bisa apa saja, entah itu catatan harian, jadwal, rencana kerja, karya ilmiah juga cerpen dan masih banyak lagi.
Apakah menulis akan lebih bagus hasilnya bila suka membaca buku ?
Menurut pendapatku iya, malah bisa menambah wawasan dan bacaan bisa menjadi semacam referensi dalam tulisan kita.
Pendek kata, menulis bisa apa saja dan ide menulis tiada batasnya selama bisa berkreasi dan tidak malas atau berhenti menulis.

Jumat, 19 September 2008

LOMBA PERAHU

Setiap tahun semua nelayan merayakan tradisi tahunan di kampungnya. Itu merupakan ungkapan rasa syukur karena hasil tangkapan mereka membaik dari waktu ke waktu. Seperti biasa tahun ini terdapat berbagai perlombaan. Lomba untuk orang dewasa dan anak-anak.
Untuk anak-anak, diadakan perlombaan membuat perahu mainan. Ada yang memakai pelepah pisang, batang pohon kecil. Bahkan ada yang menggunakan sandal karet bekas.
Moro dan Kara juga ikut berlomba. " Kamu mau buat pakai apa Ro ? ", tanya Kara.
" Entahlah, bisa gak ya pake botol aqua bekas ? ".
" Eh, bagus juga tuh ide mu ! ", puji Kara.
" Tapi apa mungkin ? ", Moro ragu sendiri.
" Yuk kita coba, siapa tahu bisa ! ", ajak Kara. Mereka memakai botol aqua bekas ukuran 1500 ml. Setelah dibelah, bagian tengah diisi dengan bubur kertas. Lalu dibuat tiang untuk layar dari ranting yang lurus. Layarnya memakai daun pisang yang kering. " Wah, bagus juga kapalmu Ro! ".
" Ayo, sekarang kita coba di air ", kata Moro riang. Mulanya bisa, kapal-kapalan itu bergerak pelan. Tapi lama-kelamaan oleng lalu tenggelam. Moro dan Kara kecewa, perahu itu tidak bisa berlayar. " Jangan putus asa, kita coba lagi ", kata Kara.
" Tapi bagaimana caranya Ra, pasti gagal lagi ". Keduanya terdiam dengan pikiran masing-masing. Keesokan hari setelah pulang sekolah mereka mencoba lagi. Belahan botol aqua bekas dibuat lebih rapi dan agak kecil ukurannya. Bubur kertas diisi secukupnya saja, hanya untuk tiang layar. " Lihat Ro, perahumu lebih bagus sekarang ".
" Iya Ra, tapi itu perahu kita bersama ", Moro tersenyum senang. Keduanya tertawa-tawa dan bersorak gembira. Tiba-tiba .....
" Hei Ro, lihatlah layarnya robek ! ", kata Kara sambil menunjuk.
" Sayang ya, padahal sudah bisa berlayar ". Kapal mainan itu tenggelam setelah oleng kesana-kemari tanpa arah. Mungkin karena layarnya robek jadi tidak terkendali jalannya. Moro dan Kara tetap tidak putus asa. Keduanya mencoba dan tetap terus mencoba. Hingga akhirnya, " Ro, aku diberi tahu teman. Kata Dia layarnya dibuat dari kulit jagung saja. Selain kuat juga tidak gampang sobek ".
" Betul nih ? ", tanya Moro ragu. " Ya ayo kita coba. Kulit jagung dikeringkan dulu ", jawab Kara.
" Kalau gagal kita coba lagi, pasti ada jalan keluarnya ! ". Moro senang berteman dengan Kara yang suka membantu dan tidak mudah putus asa. Ternyata benar. Perahu mainan mereka berhasil. Walau dicoba berulang-ulang tidak tenggelam atau oleng. Bahkan bisa berlayar lurus dan cukup jauh. Kemudian dirapikan lagi dengan diberi beberapa hiasan.
" Tidak kalah dengan perahu mainan yang mahal kan ? ".
" Betul juga kamu Ra ! ".
Pada waktu perlombaan, perahu buatan mereka meraih juara dua. Moro tampak kecewa dan sedih sekali.
" Bagaimana tidak kecewa ? ", sungut Moro. Alasannya, sudah bersusah payah, bahan-bahan habis tidak sedikit. Selain itu, membuatnya berhari-hari dengan percobaan pula.
" Lantas apa yang kamu harapkan ? ", tanya Kara ingin tahu.
" Ya paling tidak juara satu-lah ! ", katanya masih dengan nada suara kesal.
" Aku benar-benar puas dan lega ", kata Moro lagi serius.
Kara hanya tersenyum-senyum saja. Walau sudah berusaha keras, belum tentu menang. Peserta lain juga ingin jadi juara pertama. " Terimalah dengan lapang dada ".
" Juara dua juga tidak buruk kok ", Kara meyakinkan Moro. " Anggap saja pengalaman, supaya tahun depan lebih baik lagi ! ", Kara terus menghibur dan membesarkan hati sahabatnya.
" Baiklah, aku percaya padamu ", kata Moro.
" Nah begitu dong. Itu baru Moro namanya ".
Sebentar saja mereka sudah melupakan semua, malah keduanya asyik bermain dengan perahu dari botol aqua bekas. Sekarang sudah jadi dua, ternyata diam-diam Kara juga membuat sendiri.
Terdengar celoteh dan tawa riang Moro dan Kara.


Diatas, adalah salah satu cerpenku yang juga sudah dimuat pada majalah rohani umat Katholik " HIDUP", di rubrik khusus anak, pada tgl 15 Februari 2004, di edisi No 07 Tahun ke-58.
Aku juga tidak menyangka bahwa cerpen itu akan dimuat, justru di majalah inilah cerpen ku paling banyak dimuat. Aku sendiri juga tidak tahu mengapa ?
Tapi kalau ku perhatikan ternyata setiap majalah anak atau harian yang ada rubrik anak, mempunyai ciri tersendiri akan cerpen yang layak terbit untuk ukuran redaksinya. Memang analisaku ini masih bersifat subyektif. Jadi sampai sekarang aku tetap berkarya untuk cerpen anak dari ide yang tidak ada habisnya. Bahkan ku mulai meningkat ke cerpen remaja, tentu saja cerpen anak sebagai basic tidak akan aku tinggalkan.
Jika karya ku ber-themakan cerita binatang atau fabel, maka ku kirimkan ke redaksi yang lebih sering menerbitkan cerpen seperti itu. Andai cerpen ku berbau iptek, aku sudah tahu, redaksi mana yang paling tepat untuk bisa menerima cerpen ku dan syukur-syukur mau menerbitkan.
Menulis dan menulis buat ku selain hobby, kini bisa kukatakan sebagai pekerjaanku dalam bentuk lain.
Siapa saja bisa menulis, hanya tinggal memacu minatnya untuk menulis, selebihnya bisa diupayakan.
Ayo ..... siapa menyusul, jangan ragu untuk menulis apapun, tuangkan idemu dalam bentuk tulisan, siapa tahu berguna bagi sesama ......

Selasa, 16 September 2008

TEMANKU JADI KENEK

Aku punya teman yang berasal dari Sumatera Utara. Namanya Poltak. Anaknya lucu dan logat Bataknya masih kental sekali . Poltak memang belum lama tinggal di Jakarta. Dia juga pemberani. Sekarang ia duduk di kelas 1 SMP tinggal bersama paman yang dipanggilnya "Tulang".
Suatu hari Poltak bercerita, kalau dia pernah jadi kenek Metromini. Aku terheran-heran mendengarnya.
" Begini ceritanya ! Waktu aku naik Metromini, supirnya ngomel sendiri dalam bahasa Batak. Rupanya, keneknya bertengkar dengan Polisi Lalu Lintas kemudian kabur tak kembali. Akibatnya tak ada yang menarik ongkos penumpang. " ,cerita poltak dengan logat Batak-nya.
" Lalu dengan bahasa Batak aku menawarkan diri menjadi kenek ! Si Supir senang sekali. Aku tarik ongkos penumpang satu-satu. Kadang sambil berteriak-teriak menunjukkan arah Metromini itu. Pokoknya seru sekali ! " katanya bersemangat.
" Kamu tidak malu Tak ? " tanyaku keheranan.
" Mengapa pulak malu, aku tidak mencuri ! " jawabnya mantap.
" Kalau ketahuan teman atau guru bagaimana ? ' tanya ku lagi.

" Tak ada urusan mengapa rupanya ? ' ia malah balik bertanya dengan logatnya yang khas.
" Kalau ada teman yang mengejek, apa tidak marah ? ".
" Biar saja, mengapa pulak marah ? " jawabnya yakin.
" Alaa ..... mak, kau ini balik tanya terus ! " aku akhirnya ikut berlogat Batak.
Kami berdua tertawa terbahak-bahak.
" Lalu kau dapat uang berapa ? " tanyaku.
" Ah, kau ini. Supir itu memang memberi uang, tapi kutolak. Aku kan hanya menolong ! " jawab Poltak.
Ah, Poltak memang luar biasa, pikirku. Tidak semua anak bisa dan mau mengerjakan pekerjaan itu.
" Ah aku ingat sekarang ! Aku punya pengalaman lucu ! " ujarnya lagi.
" Aku pernah makan di warteg. Setelah itu aku ke WC umum. Di pintunya ada tulisan ' Harap Nyanyi '. Aku jadi heran!
Biasanya kan ada tulisan ' Harap Ketuk ' atau ' Laki-laki ' atau ' Wanita ' ! " katanya serius dengan mimik lucu.
" Lalu mengapa tulisannya aneh begitu ? " tanyaku tak sabar.
" Setelah kutanya, ternyata kalau ada suara orang bernyanyi, itu artinya ada orang di WC. Ditulis begitu sebab pintu WC-nya rusak, tak bisa ditutup ! ".
" Ha ... ha ... ha ... " kali ini tawaku lebih keras dari yang tadi.
Poltak, Poltak ! Dia memang lucu sekali !!!!

Oleh : Tungky


Cerpen anak tersebut diatas sudah dimuat di Majalah Anak Bobo pada tahun 2001, edisi no 21 tahun XXIX tgl 23 Agustus 2001.
Aku sebagai penulisnya malah tidak menyangka kalau cerpen itu dimuat, oya, cerpen itu juga dimuat di internet, alamatnya www.pacific.net.id.
Awalnya aku cuma menulis biasa lalu ada saran dari saudara kandungku untuk sekali-sekali dikirim ke majalah anak, siapa tahu dimuat, begitu sarannya, ternyata benar adanya.
Aku menulis cerpen anak mulanya pada tahun 1998 kira-kira, persisnya kapan aku sendiri sudah lupa. Menulis cerpen juga bermula dari kegemaranku mendongeng untuk para keponakan ku sebelum mereka tidur malam. Anehnya, mereka para keponakan ku tidak mau di dongengkan cerita-cerita lama yang sudah ada dan me-legenda, seperti contohnya " Kancil Menyolong Ketimun " dllnya. Mereka minta aku membuat dongeng baru dan harus instant pada saat itu juga menjelang mereka mau tidur malam, entah mengapa juga aku selalu bisa dan tidak pernah kehabisan bahan sampai kini.
Jadi kesimpulan ku, bahan cerita itu selalu ada atau istilahnya unlimited resources, tinggal kita pandai-pandai mengemas dan menulis dengan bahasa yang bagus untuk menjadi sebuah cerpen anak. Beberapa cerpen ku lain juga sudah ada yang di terbitkan di Majalah Iptek Anak Orbit, juga majalah khusus Katholik HIDUP (ini yang paling sering menerbitkan cerpen anak ku).
Aku tidak pernah berhenti menulis cerpen anak sampai sekarang, bahkan ku coba tingkatkan menjadi cerpen remaja dan sudah ada yang ku kirim kan ke Majalah Remaja .......

Maukah Memberi Saran ?