J A M

Sabtu, 27 September 2008

BERANI MENGAKU SALAH

Aga dan Igi anak kembar, seperti pinang dibelah dua.

Ada ciri-ciri yang membedakan, Aga lebih gemuk sedikit, lincah dan ramai.

Sedang Igi sedang tubuhnya, kalem juga pendiam.

Terkadang mereka juga bandel, seperti hari itu ………………………………………………………………………………………………

Ibu sedang membuat berbagai macam kue kecil untuk ultah ayah.

“ Ingat anak-anak …. kalian tidak boleh mencicipi kue-kue ini ! “.

“ Yaaa … masa sedikit aja gak boleh ? “, protes Aga.

“ Iya bu, dikiiit aja …. ! “, Igi ikut-ikutan dengan mimik lucu.

Si Kembar paling suka Kue Nastar yang berisi selai nanas, kebetulan ibunya membuat kue itu lebih banyak dari kue-kue yang lainnya.

“ Dimana ya Gi ibu meletakkan stoples nastar ? “.

“ Yuk kita cari, tapi jangan sampai ketauan ? “, ajak Aga.

Sebetulnya Igi ragu, teringat pesan ibu, namun terbayang betapa lezat kue nastar. Hingga tidak terasa air liurnya menetes … tes … tes …

Mereka tidak bisa menemukan, karena lemari agak tinggi dipakailah kursi.

“ Kok nggak ada Gi … aneh ? “.

“ Aku ingat, di lemari sebelah, rak yang paling atas ! “, ujar Igi setengah berteriak.

“ Ssst … jangan keras-keras nanti kedengaran ! “, hardik Aga.

Kalau diperhatikan tingkah laku mereka lucu sekali, mengendap-endap seperti pencuri yang mencuri di rumah sendiri.

Kedubraakpraaanggg … suara barang jatuh dan pecah ramai sekali.

Stoples yang berisi kue nastar hancur berantakan, isinya bertebaran di lantai.

Saat itu ibu sedang pergi ke warung sebelah membeli bumbu dapur.

Mereka segera membereskan serta membersihkan lantai.

Beruntung ditemukan stoples baru mirip dengan yang pecah.

“ Aga … Igi … ! “, panggil ibu dengan suara keras.

“ Wah, celaka kita ! “, kata Igi ketakutan.

Aga hanya membisu tapi tampak wajah kuatirnya.

“ Kalian kenapa, kok lesu begitu ? “, ibu keheranan.

Mereka terdiam serta saling pandang, ternyata ibu menyuruh membelikan kecap botol kecil.

Keduanya bergegas pergi, dalam hati mereka bersyukur, karena perbuatan mereka tidak ketahuan.

“ Siapa yang mencuri kue nastar ? “, tanya ibu serius.

“ Eh … anu bu, aku tidak tahu ! “, seketika Aga tergagap, Igi hanya diam.

Ibu ternyata tidak marah, malah menahan senyum melihat tingkah anak-anaknya yang lucu ketika di interogasi.

“ Itu ideku bu … aku minta maaf ! “, Aga bersuara lirih, Igi juga meminta maaf.

“ Baiklah, ibu senang kalian jujur mengaku ! “, diusapnya kepala mereka.

Semua orang pasti pernah berbuat kesalahan, tapi tidak semua orang mau mengaku dengan jujur atas kesalahan yang dilakukan.

Berani mengaku salah adalah perbuatan mulia dan terpuji.

“ Tapi bu, gimana taunya kalau kami yang mencuri ? “, Aga keheranan.

“ Itu gampang … ! “, jawab ibu sambil tergelak.

Stoples yang pecah, tutupnya berwarna hijau dan agak kecil.

Sedang stoples baru yang kalian pakai, berwarna merah tutupnya dan lebih besar.

Tentu saja koe nastar yang dipindahkan jadi kelihatan lebih sedikit belum lagi sepuluh

buah kue nastar yang hilang.

Aga dan Igi mengerti, berani mengaku salah juga cerminan perbuatan jujur.

Karya : Tungky

Desember 2003.

Diatas adalah salah satu cerpen ku yang kembali di muat dalam majalah rohani umat Katholik pada kolom anak pada tgl 2 September 2007 No 35 Tahun ke 61.

Ada rasa kesenangan tersendiri manakala cerpen ku bisa dimuat, artinya cerpen itu bisa dinikmati anak-anak, asal sabar dan benar-benar ditekuni suatu ketika usaha yang sedang dijalankan niscaya akan membawa hasil, begitu pula dengan cerpen-cerpen ku !

Tidak ada komentar:

Maukah Memberi Saran ?